Patut Dijadikan Renungan

Jumat, 14 Maret 2008

Lagi asik nyasar2 di dunia maya. Tanpa sengaja saya menemukan artikel ini. Bukan bermaksud mendiskriminasikan/menyudutkan pihak manapun atau siapapun. Namun saya rasa, apa yang disampaikan sang penulis dalam artikel di bawah ini memang sangat pantas untuk dijadikan bahan renungan. Mengenai baik atau buruknya, dosa atau tidaknya, saya rasa anda pasti bisa menempatkannya secara bijaksana.

Mafia SMS!!!!, awas tertipu!!!!

Oleh:
Vita S. Manurung
Consult Training
Dikutip dari: http://forum.indo-onlines.com/index.php?showtopic=1273


TOLONG BACA DAN JANGAN COBA 2X IKUT WALAU PUN HANYA Rp 2000 MAKANYA BACA OK

Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari kehidupan mereka.

Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat memprihatinkan.

Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang ratusan juta rupiah.
Pasalnya, orang tua mereka ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka anggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin dan Bojes abis 1M. Namun mereka orang kaya, biarin aja.

Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI 005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit mahal RP 500..000. Namun itu dipilih karena pertimbangan hemat ongkos transportasi.

Kos itu sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem dan kehidupan glamor, lha makan aja susah.

Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan, Nana, Yuke, Eki, dll.
Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar. Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah.

Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem duit. Minjemnya bahkan cuma

Rp100.000. Buat makan gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut ga bisa bayar.

Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi.
Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali. Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.

Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini.
Seorang anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.

Mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup mereka yang kontras dengan image publik kayanya menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu lebih banyak lagi.

JUDI SMS MENGGILAAAA .....

Tiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai acara kontes-kontesan. Tengok saja misalnya AFI, Indonesian Idol, Penghuni Terakhir, KDI, Putri Cantrik, dsb.
Sejatinya, tujuan dari acara ini bukan mencari bibit penyanyi terbaik. Acara ini hanya sebagai kedok. Bisnis sebenarnya adalah SMS premium.

Bisnis ini sangat menggiurkan, lagi pula aman dari jeratan hukum, setidaknya sampai saat ini. Mari kita hitung. Satu kali kirim SMS biayanya --anggaplah- - Rp 2000.
Uang dua ribu rupiah ini sekitar 60% untuk penyelenggara SMS Center (Satelindo, Telkomsel, dsb).
Sisanya yang 40% untuk "bandar" (penyelenggara) SMS.
Siapa saja bisa jadi bandar, asal punya modal untuk sewa server yang terhubung ke Internet nonstop 24 jam per hari dan membuat program aplikasinya.

Jika dari satu SMS ini "bandar" mendapat 40% (artinya sekitar Rp 800), maka jika yang mengirimkan sebanyak 5% saja dari total penduduk Indonesia (coba anda hitung, dari 100 orang kawan anda, berapa yang punya handphone?
Saya yakin lebih dari 40%), maka bandar ini bisa meraup uang sebanyak

Rp 80.000.000.000 (baca: Delapan puluh milyar rupiah).
Jika hadiah yang diiming-imingkan adalah rumah senilai 1 milyar, itu artinya bandar hanya perlu menyisihkan 1,25% dari keuntungan yang diraupnya sebagai "biaya promosi!"

Dan ingat, satu orang biasanya tidak mengirimkan SMS hanya sekali. Masyarakat diminta mengirimkan SMS sebanyak-banyaknya agar jagoannya tidak tersisih, dan "siapa tahu" mendapat hadiah.
Kata "siapa tahu" adalah untung-untungan, yang mempertaruhkan pulsa handphone.
Pulsa ini dibeli pakai uang. Artinya : Kuis SMS adalah 100% judi.

Begitu menggiurkannya bisnis ini, sampai-sampai Nutrisari membuat iklan yang saya pikir menyesatkan.
Pemirsa televisi diminta menebak, "buka" atau "sahur", lalu jawabannya dikirim via SMS. Ada embel-embel gratis.
Ada kata, "dapatkan handphone... "

Saya bilang ini menyesatkan, karena pemirsa televisi bisa menyangka :
"Dengan mengirimkan SMS ke nomor sekian yang gratis (toll free), saya bisa mendapat handphone gratis".

Kondisi ini sudah sangat menyedihkan. Bahkan sangat gawat. Lebih parah daripada zaman Porkas atau SDSB.
Jika dulu, orang untuk bisa berjudi harus mendatangi agen, jika dulu zaman jahiliyah orang berjudi dengan anak panah, sekarang orang bisa berjudi, hanya dengan beberapa ketukan jari di pesawat handphone!

Tolong bantu sebarkan kampanye anti judi SMS ini.
Tanpa bantuan anda, kampanye ini akan meredup dan sia-sia belaka.

Thanks,

Friends,
saya pernah involve di sms server yang diadakan oleh LATIVI sekitar thn 2000, dan memang dari itung2an bos saya yang saya liat bener2. Dari Rp 2000 itu Rp 1200 buat jatah GSM/telco dan Rp 500 buat server/sms company bersama TV dan sisanya 300 buat pajak sosial (cuma tahan 3 bulan abis itu saya out dari ikut begituan di perusahaan ini).
Kalo dari routing tagging "REG" atau "UNREG" atau pilihan keyword, saya ga ngerti deh, tapi kalo dari sisi incomenya saya ngerti bener kalo bisnis ajang pencari bakat lewat sms itu cuma untungin TV dan sms company, meski Telco/GSMnya yang paling untung besar karena mereka (Telco GSM) ga bayar ke server tepat waktu tapi molor 3 bulan sesudah itungan sms masuk.
Tapi itu memang karena akar dari masalahnya adalah semua orang di TV, di GSM, para pesertanya juga, ibu bapak mereka, SMS servernya, yang ditarget adalah bagaimana uang bisa masuk, seakan2 murni pilihan massa padahal paling banter fans yang benar fans cuma dibawah 100 orang tapi semuanya dimodalin pulsa yang terus kirim2 sms ke server. Kalo si FIBRI (AFI 2005) sekarang nelongso kena utang, ya udah jelas harus bayar utangnya. Caranya begimana ya aku ga tau, tapi dengan begini kita semua belajar menahan emosi terhadap cinta uang terhadap kepopuleran, karena itu cuma topeng jebakan iblis untuk ikat utang....
cheers...

0 komentar: